Kontribusi Psikolinguistik dalam Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia: Fokus pada Pemerolehan Bahasa Peserta Didik di Sekolah Menengah Pertama

Kontribusi Psikolinguistik dalam Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia: Fokus pada Pemerolehan Bahasa Peserta Didik di Sekolah Menengah Pertama

Oleh: Mukminati Zulfa

Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Pascasarjana, Universitas PGRI Semarang

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan oleh makhluk sosial untuk berkomunikasi antar sesamnya. Bahasa Indonesia juga menjadi bahasa penghubung di antara keberagaman suku bangsa di Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat (Maghfiroh, 2022) yang menyatakan bahwa Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan sebagai alat komunikasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Selain itu, bahasa Indonesia juga menjadi alat komunikasi yang mampu mempersatukan berbagai keberagaman yang ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa Indonesia mempunyai peranan fundamental dalam proses komunikasi masyarakat yang ada di Indonesia. Tanpa adanya bahasa Indonesia, masyarakat tidak dapat berkomunikasi dengan baik mengingat banyaknya suku dan budaya yang ada di Indonesia. Seiring perkembangan zaman bahasa Indonesia mulai kekurangan eksistensinya di Masyarakat. Tidak sedikit dari masyarakat yang mulai berpikir bahwa bahasa Indonesia itu sesuatu yang bahkan tidak perlu dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Padahal bahasa Indonesia ialah bahasa nasional bagi rakyat Indonesia. Pada UUD 1945 bab 15 pasal 36 menetapkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap kosakata dari berbagai bahasa, baik dari bahasa asing maupun dari bahasa daerah di Indonesia (Wahyuni, 2018).

Psikolinguistik merupakan ilmu interdisipliner yang mempelajari bagaimana bahasa diproses di dalam otak, memiliki peran penting dalam memahami pemerolehan bahasa, terutama pada peserta didik. Pada wilayah Indonesia, di mana terdapat banyak bahasa yang hidup berdampingan, pemerolehan bahasa Indonesia (Bahasa Indonesia) dipengaruhi oleh berbagai faktor sosiolinguistik, termasuk bahasa daerah dan konteks budaya. Kelompok usia 12-16 tahun merupakan masa yang sangat penting untuk mengarahkan peserta didik dalam pemerolehan bahasa Indonesia. Hal ini sejalan dengan pendapat (Fatmawati, 2015) yang menyatakan bahwa peran psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa anak menjadi salah satu faktor pendukung utama dalam membantu orang tua dan guru. Psikolinguistik membantu orang tua dan guru untuk memahami tahapan-tahapan dalam diri anak ketika ia melewati proses menyimak dan berbicara sehingga ketika dalam tahapan tersebut ditemukan masalah pada proses pemerolehan bahasa, orang tua ataupun guru dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai salah satu bentuk pemecahan masalahnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik menjadi salah satu ilmu yang harus dikuasai tidak hanya oleh guru tetapi juga orang tua, agar dalam proses pemerolehan bahasa pada anak, anak dapat memperoleh bahasa dengan baik meskipun akan terdapat beberapa kendala.

Terlepas dari keuntungan pemerolehan bahasa sejak dini, terdapat beberapa tantangan dalam mengajarkan Bahasa Indonesia secara efektif kepada peserta didik yang mungkin dipengaruhi oleh bahasa pertama mereka, seperti bahasa Melayu atau Minang yang merupakan bahasa yang digunakan peserta didik di lingkungan keluarga, masyarakat bahkan di lingkungan sekolah. Tantangan-tantangan ini meliputi tingkat paparan terhadap Bahasa Indonesia yang berbeda-beda, perbedaan struktur linguistik antar bahasa, dan kebutuhan akan strategi pedagogis yang efektif untuk memenuhi kebutuhan kognitif dan emosional anak usia dini. Memahami faktor-faktor ini melalui lensa psikolinguistik dapat meningkatkan metode pengajaran dan meningkatkan hasil pendidikan.

Jenis penelitian yang akan dilakukan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut (Emzir, 2020) secara alternatif, pendekatan kualitatif menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan kontruktivisit, sosial, dan historis dibangun dengan maksud mengembangkan suatu teori.  Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan untuk meramu konsep mengenai pemerolehan bahasa pada peserta didik tingkat SMP dan peran psikolinguistik di dalamnya. Penelitian ini akan menguraikan peran penting psikolinguistik dalam pemerolehan bahasa pada peserta didik tingkat SMP.

Penelitian ini bertujuan untuk:

  1. Menelaah kontribusi psikolinguistik dalam memahami pemerolehan bahasa Indonesia pada peserta didik tingkat SMP.
  2. Menganalisis bagaimana wawasan ini dapat menginformasikan guru dan orang tua mengenai hubungan psikolinguistik dengan pemerolehan Bahasa Indonesia.
  3. Memberikan rekomendasi kepada para pendidik untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip psikolinguistik ke dalam praktik pengajaran Bahasa Indonesia.

Pentingnya pemerolehan Bahasa Indonesia di setiap kalangan, lingkungan dan sarana sangat penting, namun belum bisa berjalan dengan sempurna. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk meningkatkan kesadaran dan minat peserta didik terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), menciptakan pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif bagi peserta didik dan menjaga eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional Indonesia. Maka dari itu perlu dilakukan upaya dalam meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMP agar peserta didik dapat mahir dalam pembelajaran bahasa Indonesia baik lisan maupun tulisan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.     Peran Psikolinguistik dalam Pemerolehan Bahasa

Psikolinguistik memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana anak-anak memperoleh bahasa. Ilmu ini mencakup berbagai teori yang menjelaskan proses kognitif yang terlibat dalam belajar bahasa. Misalnya, teori Tata Bahasa Universal dari Noam Chomsky dalam (Munawwar et al., 2023) menyatakan bahwa anak-anak terlahir dengan kemampuan bawaan untuk memperoleh bahasa, yang kemudian didukung oleh paparan mereka terhadap input linguistik. Teori ini menekankan pentingnya menyediakan lingkungan linguistik yang kaya bagi anak-anak untuk memfasilitasi pemahaman dan penguasaan bahasa kedua, selain itu, Teori Interaksionis Sosial Vygotsky dalam (Fadilah & Aziz, 2024) menyoroti peran interaksi sosial dalam pembelajaran bahasa. Anak-anak belajar secara efektif ketika mereka terlibat dengan teman sebaya dan orang dewasa dalam percakapan yang bermakna. Interaksi ini sangat penting untuk mengembangkan keterampilan linguistik dan kompetensi sosial.

2.     Tantangan dalam Pemerolehan Bahasa pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama

Psikolinguistik yang menggabungkan pendekatan psikologi dan linguistik. Menggunakan pendekatan ini peneliti menemukan tantangan dalam pemerolehan bahasa Indonesia pada peserta didik di tingkat SMP. Peneliti telah melakukan survei di salah satu sekolah yang berada di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau tepatnya pada SMP N 3 Mandau. Pada pemerolehan bahasa kedua atau bahasa Indonesia pada peserta didik terdapat kesulitan-kesulitan yang ditemukan peneliti sebagai berikut:

1)    Kecemasan Berbahasa

Peneliti melakukan pengamatan pada peserta didik dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Peneliti menemukan banyak peserta didik yang merasa takut melakukan kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pengaruh bahasa pertama yang diperoleh peserta didik dilingkungan keluarga. Peserta didik merasa kurang percaya diri untuk mengeluarkan tuturan yang berbahasa Indonesia. Peserta didik yang ada di SMP N 3 Mandau umumnya mendapatkan pemerolehan bahasa pertama yaitu bahasa Melayu dan Minang hal ini dikarenakan etnis yang ada di Provinsi Riau umumnya adalah etnis Melayu dan Minangkabau. Setelah diamati saat proses pembelajaran peserta didik lebih nyaman menggunakan bahasa pertamanya alasannya ialah karena peserta didik lebih menguasai bahasa pertamanya. Hal ini menjadi tantangan bagi guru untuk membangkitkan motivasi peserta didik untuk mendapatkan pemerolehan bahasa kedua atau bahasa Indonesia untuk peserta didik secara optimal.

2)    Perbedaan Individu

Kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran tentunya sangat beragam. Peserta didik memiliki kemampuan kognitif yang berbeda-beda. Faktor memori dan perhatian menjadi pendukung utama dalam pemerolehan bahasa kedua atau bahasa Indonesia bagi peserta didik. Peneliti mengamati beberapa peserta didik pada lingkungan sekolah tersebut memiliki kesulitan dalam mengingat kosa kata yang ada pada bahasa Indonesia. Hal ini menjadi faktor utama kesulitan dalam pemerolehan bahasa Indonesia atau bahasa kedua pada peserta didik. Beberapa Peserta didik juga memiliki fokus yang berbeda mengenai pemerolehan bahasa Indonesia ini. Ada peserta didik yang merasa sangat ini memperoleh bahasa Indonesia secara baik ada juga yang masih menganggap bahwa ia hanya butuh bahasa pertama sebagai alat komunikasinya. Hal ini juga menjadi tantangan pada guru untuk mengubah persepsi peserta didik terhadap pemerolehan bahasa Indonesia.

3)    Keterbatasan paparan

Keterbatasan kosa kata dalam pemerolehan bahasa bagi peserta didik menjadi tantangan paling utama bagi guru. Dengan ini peran guru sangat menjadi faktor penting adanya pemahaman bahasa Indonesia di sekolah. Guru berperan sebagai contoh bagi peserta didik dalam penerapan kosa kata dan juga pembelajaran kosa kata di dalam kelas. Pembelajaran yang menarik bagi peserta didik akan memudahkan pemerolehan bahasa kedua bagi peserta didik.

4)    Motivasi yang Beragam

Banyak peserta didik SMP yang memiliki motivasi rendah dalam pemerolehan bahasa kedua karena ia tidak melihat relevansi praktisnya dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik dalam lingkungannya masih menganggap ia dapat berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa pertamanya. Hal ini juga menjadi salah satu tantangan besar dalam pemerolehan bahasa kedua pada anak. Lingkungan yang di dalamnya masih menggunakan bahasa pertama peserta didik yang umumnya menggunakan bahasa daerah seperti melayu dan Minang akan menghilangkan motivasi peserta didik dalam pembelajaran bahasa kedua. Lingkungan yang kurang mendukung peserta didik sebagai pengguna bahasa kedua juga menyulitkan peserta didik untuk mempelajari bahasa kedua secara optimal. Hal ini tentunya tidak hanya menjadi tanggung jawab bagi guru melainkan juga tanggung jawab orang tua untuk mendukung adanya pembelajaran bahasa kedua dengan optimal. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat memperoleh bahasa kedua dengan baik. Peserta didik akan merasa didukung dan diberikan motivasi untuk mendapatkan bahasa keduanya.

3.     Cara Mengatasi Tantangan Pemerolehan bahasa dengan Pendekatan Psikolinguistik.

Menurut (Gass & Selinker, 2008) ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi tantangan-tangan tersebut, di antaranya:

1)    Meningkatkan Motivasi dengan Strategi Afirmasi Positif

Psikolinguistik menekankan pentingnya motivasi intrinsik dalam pemerolehan bahasa. Guru dapat menggunakan strategi afirmasi positif, seperti memberikan pujian atas usaha peserta didik, bukan hanya hasil akhirnya tetapi juga dalam proses peserta didik mempelajari bahasa kedua. Selain itu, guru dapat menunjukkan manfaat praktis dari bahasa yang dipelajari melalui contoh nyata, seperti mendengarkan musik, menonton film, atau berinteraksi dengan penurut misalnya guru tersebut dapat berinteraksi dengan peserta didik secara langsung menggunakan bahasa Indonesia.

2)    Mengelola Kecemasan dengan Lingkungan Belajar yang Mendukung

Untuk mengurangi kecemasan berbahasa, guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung. Misalnya, memberikan tugas berbahasa dalam kelompok kecil atau aktivitas kolaboratif sehingga peserta merasa lebih nyaman untuk mencoba tanpa takut salah. Guru juga harus memberikan peraturan kepada seluruh peserta didik untuk tidak mencemooh satu sama lain dalam pemrosesan pemerolehan bahasa. Peserta didik yang tidak percaya diri misa saja diakibatkan karena faktor-faktor cemoohan dari teman lainnya. Hal ini bisa saja membuat peserta didik kehilangan rasa percaya dirinya dalam pemerolehan bahasa.

3)    Meningkatkan Paparan Bahasa dengan Media Interaktif

Peserta didik di SMP dapat diberikan akses ke berbagai media interaktif, seperti aplikasi belajar bahasa, video edukatif, dan permainan berbasis bahasa. Menurut teori (Krashen, 2009) tentang comprehensible input, peserta didik membutuhkan paparan bahasa yang dapat mereka pahami sedikit di atas tingkat kemampuan mereka untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan. Hal ini bertujuan untuk membangkitkan motivasi dan semangat peserta didik dalam proses pemerolehan bahasa kedua.

4)    Memahami Perbedaan Individu dengan Pendekatan Personal

Guru dapat memanfaatkan teori Gardner tentang kecerdasan majemuk untuk menyesuaikan metode pembelajaran dengan gaya belajar peserta didik. Misalnya, peserta dengan kecerdasan linguistik tinggi dapat diajak untuk menulis cerita pendek, sementara peserta dengan kecerdasan musikal dapat belajar melalui lagu atau ritme bahasa. Perlu dilakukan pembelajaran terdiferensiasi dengan memahami peserta didik secara individual, dengan cara ini peserta didik akan memiliki asumsi bahwa proses pemerolehan bahasa kedua sangat menyenangkan dengan cara menarik minat dan bakat peserta didik. Hal ini menjadi salah satu alternatif paling mudah dalam mengatasi permasalahan pemerolehan bahasa kedua karena tidak akan ada keterpaksaan bagi peserta didik dalam pembelajaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

 Pemerolehan bahasa pada peserta didik di tingkat SMP menghadapi tantangan yang kompleks, seperti keterbatasan motivasi, interferensi bahasa ibu, dan kesulitan dalam memahami struktur bahasa. Namun, dengan pendekatan psikolinguistik yang tepat, seperti penggunaan input yang dapat dipahami, metode komunikatif, dan pengembangan motivasi peserta didik, proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif. Pendidik perlu memahami bahwa pemerolehan bahasa bukan hanya soal menghafal aturan, tetapi juga melibatkan interaksi aktif antara otak, pengalaman, dan lingkungan. Dengan pendekatan yang menyeluruh, peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berbahasa yang tidak hanya baik secara akademis tetapi juga fungsional dalam kehidupan sehari-hari.

Peneliti merekomendasikan pada tenaga pengajar untuk dapat menggunakan pendekatan berbasis psikolinguistik dalam mengajar bahasa, seperti memberi stimulus positif dan menciptakan suasana belajar yang interaktif. Untuk orang tua, orang tua padat memberikan lingkungan yang mendukung dengan memperkenalkan bahasa target dalam aktivitas sehari-hari, seperti menonton film atau membaca buku. Untuk peneliti dapat dilakukan penelitian lebih lanjut tentang implementasi metode psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa di tingkat SMP untuk menemukan inovasi yang lebih efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Emzir. (2020). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Edisi Revi). Rajawali Pers.

Fadilah, R., & Aziz, T. (2024). Penerapan Metode Bercerita dengan Pendekatan Ramah Anak untuk Mengembangkan Bahasa Anak Usia Dini di PAUD Ar Rahman. KIDDO Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 1, 1–12. https://doi.org/10.19105/kiddo.v5i1.13615

Fatmawati, S. R. (2015). Pemerolehan Bahasa Pertama Anak Menurut Tinjauan Psikolinguistik. Lentera, 18(1), 63–75.

Gass, S. M., & Selinker, L. (2008). Second Language Acquisition: An Introductory Course. In Routledge (New York a, Vol. 71, Issue 3). Routledge. https://doi.org/10.2307/416225

Krashen, S. D. (2009). Pricniples and Practice ini Second Language Acquisition. In Metallurgical and Materials Transactions A (Issue 8). Pergamon Press.

Maghfiroh, N. (2022). Bahasa Indonesia sebagai Alat Komunikasi Masyarakat dalam Kehidupan Sehari-hari. Komunikologi: Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi, 19(02), 102–107. https://komunikologi.esaunggul.ac.id/index.php/KM/article/view/516

Munawwar, M. A., Ningsih, W. R., & Rasyidi, A. W. (2023). Generatif-Transformatif Buku Bahasa Arab Madrasah Aliyah Kelas X Transformational-Generative in Class X Senior High Shcool Arabic Book. Jurnal Ilmu Bahasa Arab Dan Studi Islam, 6(1), 97–114.

Wahyuni, N. (2018). Analisis Dasar Hukum Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Nasional. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 4(1), 77. https://doi.org/10.33760/jch.v4i1.91

 

 

 

 

Komentar